Akibat Cemburu Buta

 Kelahiran Muawiyah yang akan menjadi orang besar sudah diramal oleh seorang Juru Ramal di zaman jahiliyah. Hindun bin Utbah, ibu Muawiyah, pernah menikah dengan seorang lelaki bernama Fakih bin Al-Mughirah sebelum menikah dengan Abu Sufyan. Fakih seorang Arab yang sangat suka menerima para tamu, bahkan dia punya satu rumah khusus yang disediakan untuk para tamu dan orang musafir. Rumah tersebut dibuka siang dan malam serta boleh ditempati oleh para tamu dan musafir tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu.


Suatu hari, rumah para tamu tersebut sedang kosong, maka Fakih membawa Hindun beristirahat dan berbaring-baring di rumah tersebut. Sebentar kemudian Fakih keluar untuk suatu keperluan dan Hindun tertidur di situ sambil menunggu suaminya.

Tiba-tiba datang seorang lelaki para tamu yang ingin beristirahat di rumah tersebut dan masuk ke dalam, tapi dia melihat seorang perempuan sedang tidur di dalamnya. Oleh karena itu, dia segera keluar. Ketika lelaki itu keluar, Fakih datang dan melihatnya. Kecurigaan pun timbul di dalam hatinya, mukanya berubah menjadi merah. Fakih terus masuk dan menendang isterinya yang sedang tidur. Hindun terkejut dan bangun dalam keadaan terhuyung-huyung.

"Ada apa? Ada apa?" kata Hindun dalam keadaan gugup.

Pertanyaannya tidak dijawab, tiba-tiba Fakih telah bertanya dengan nada yang keras, "Siapa lelaki yang bersamamu tadi?"

"Lelaki? Mana ada. Aku tidak melihat siapa pun, aku tidur dan baru terjaga setelah dikejutkan oleh kamu," jawab Hindun.

Fakih terus menuduh, tapi Hindun terus mempertahankan kejujurannya. Maka terjadilah perang mulut di antara keduanya.

"Pulanglah kamu kepada keluargamu," kata Fakih menghardik Hindun.

Hindun kemudian berkemas dan kembali ke rumah ayahnya. Sementara orang lain ribut menggunjingkan mereka dari mulut ke mulut sehingga terdengar juga oleh Utbah, ayah Hindun.

"Wahai anakku, sesungguhnya orang lain telah saling menggunjing kamu. Maka hendaklah kamu ceritakan kepadaku perkara yang sebenarnya. Jika lelaki yang dimaksudkan itu benar-benar ada, aku akan mengutus orang untuk membunuhnya, agar cerita itu lenyap. Sebaliknya jika berita itu bohong, aku akan bertahkim kepada Juru Ramal di Yaman," kata Utbah kepada Hindun.

Hindun bersumpah kepada ayahnya bahwa berita itu tidak pernah ada, dia tidak pernah curang dan tidak pernah mengkhianati suaminya.

Berdasarkan keterangan Hindun itu, Utbah memanggil Fakih dan berkata, "Kamu telah menuduh anakku dengan tuduhan yang besar. Oleh kerana itu aku akan ajak kamu agar bertahkim kepada Juru Ramal di Yaman."

"Boleh," jawab Fakih.

Pada hari yang telah ditetapkan, Fakih berangkat ke Yaman bersama sejumlah kaum keluarganya dari Bani Makhzum, sementara Utbah dan Hindun berangkat bersama sekumpulan kaum keluarganya dari Banu Abdi Manaf. Ketika hampir sampai ke tempah yang dituju, tiba-tiba wajah Hindun berubah menjadi pucat seperti orang ketakutan.

"Wahai anakku, mengapa keadaanmu tiba-tiba berubah seperti ketakutan? Ini pasti ada sesuatu yang kamu rahasiakan. Terus terang saja!" kata Utbah kepada Hindun.

"Wahai ayahku, demi Allah, aku tidak menyimpan rahasia apa pun yang ditakuti. Tapi aku tahu bahwa kamu akan datang keapda seorang manusia tukang ramal, yang kadang-kadang salah dan kadang-kadang benar. Aku merasa tidak aman, khawatir ramalannya salah, maka aku akan menjadi umpatan dan cacian bangsa Arab," jawab Hindun.

"Jangan khawatir, wahai anakku. Aku akan menguji ahli nujum itu terlebih dahulu sebelum menilik dirimu. Apakah dia betul tahu atau hanya sekadar menerka-nerka," kata Utbah.

Utbah ingin mengetahui apa Juru Ramal itu betul-betul mahir atau hanya sekadar menerka-nerka. Sebelum dia masuk ke rumah si ahli nujum, Utbah mengambil sebiji gandum lalu ditaruhkan ke bawah pelana kudanya. Kemudian rombongan itu masuk ke rumah ahli nujum dan disambut dengan gembira dan penuh kehormatan.

"Wahai ahli nujum, aku datang kepadamu untuk suatu urusan. Sebelumnya aku telah menyembunyikan sesuatu untuk mengujimu, coba sebutkan apa itu?" kata Utbah.

"Hahaha... Kamu hanya menyembunyikan sebuah biji-bijian saja," kata si Juru Ramal.

"Aku ingin kamu terangkan lebih jelas," pinta Utbah.

"Biji-bijian itu adalah sebuah biji-bijian gandum yang ada di celah-celah pelana kudamu. Betul kan?" kata si Juru Ramal.

"Kamu betul," kata Utbah. Utbah sangat kagum akan kepandaian si Juru Ramal itu, maka dia pun yakin dapat menerka keadaan Hindun dengan tepat.

"Nah sekarang, terangkan keadaan perempuan-perempuan itu," kata Utbah sambil menunjuk kepada perempuan-perempuan yang terdiri dari Banu Makhzum dan Bani Abdi Manaf itu.

Juru Ramal bangkit dan menghampiri perempuan-perempuan yang duduk bersimpuh di situ lalu ditepuk bahunya satu-satu persatu sambil berkata, "Bangun!" setiap kali menepuk bahu seorang di antara mereka. Apabila tiba giliran Hindun, Juru Ramal menepuk bahunya sambil berkata, "Bangun! Tidak buruk dan tidak pezina. Dia bakal melahirkan seorang raja yang bernama Muawiyah."

Fakih yang menyaksikan tingkah laku ahli nujum itu sejak tadi, sangat gembira ketika mendengar tentang isterinya. Dia segera menghampiri Hindun lalu dipegang tangannya dengan mesra. Tapi, tiba-tiba Hindun menarik tangannya dari genggaman suaminya itu dengan kasar.

"Mengapa pula kamu ini?" tanya Fakih dengan terkejut.

"Pergilah kamu dari sini. Demi Allah aku ingin anak itu lahir dengan seorang lelaki selain kamu," kata Hindun sambil pergi meninggalkan Fakih.

Lalu, Hindun pergi kepada ayahnya sambil berkata, "Wahai ayahku, sekarang akulah yang memiliki diriku sendiri. Oleh karena itu, janganlah kamu kawinkan aku dengan lelaki tanpa persetujuanku."

Fakih sangat menyesal karena terlalu cemburu buta. Kemudian Hindun Menikah dengan Abu Sufyan atas pilihannya sendiri. Pasangan itu melahirkan banyak anak, seorang di antaranya bernama Muawiyah yang kemudian menjadi penguasa dan Raja Bani Umayyah yang pertama. Rupanya tindakan cemburu buta Fakih mengandungi hikmah besar bagi Abu Sufyan. Dia mendapat isteri yang hebat dan menjadi ayah dari seorang pembesar.

1 komentar: